JAKARTA – Menteri Investasi Bahlil Lahadalia meminta implementasi Global Minimum Tax (GMT) dikaji ulang. Sebab, penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, dalam hal ini negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
“Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang. Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita nggak mau,” jelas Bahlil sebagai Ketua AIA (ASEAN Investment Area) Council dalam ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting, di Semarang, dikutip Minggu (20/8/2023).
Hadir dalam pertemuan ini yaitu Menteri Perdagangan Republik Indonesia selaku Chairman AEM – Zulkifli Hasan, Menteri pada Kantor Perdana Menteri dan Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darusalam Dato Dr. Amin Liew Abdullah; Sekretaris Negara Kementerian Perdagangan Kamboja Rath Saravuth; Wakil Menteri Perdagangan RI Jerry Sambuaga, Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal, Kementerian Investasi/BKPM Riyatno; Menteri Industri dan Perdagangan Laos Malaithong Kommasith; Menteri Investasi, Perdagangan dan Industri Malaysia Tengku Datuk Seri Utama Zafrul Tengku Abdul Aziz; Menteri/Sekretaris Departemen Perdagangan dan Industri Filipina Alfredo E. Pascual; Deputi Direktur Jenderal Badan Investasi Asing, Kementerian Perencanaan dan Investasi Vietnam Nguyen Anh Tuan; Sekretaris Jenderal Badan Investasi Thailand Narit Therdsteerasukdi; Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gan Kim Yong; dan Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn.
Diungkapkan Bahlil, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.
“Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan tax income global, sudah apple to apple,” tegas Bahlil.
Dirinya menilai, untuk menarik investasi, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis. Sehingga kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.
“Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis (sweetener) lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang,” urainya.
Baca Juga: 7 Keunggulan Mobil Innova Reborn, Wajib Tahu Sebelum Beli!
Follow Berita Okezone di Google News
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Quoted From Many Source